PEMENUHAN KEBUTUHAN
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Nama :
Nyoman Adi Sedana
Kelas :
A5 D
NIM :
11.321.1191
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA PPNI BALI
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi
oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu
interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh,
termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki
dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan
oleh sel untuk hidup, berkembang, dan menjalankan fungsinya. Untuk dapat
menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal
disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh
mempertahankan keseimbangan antara substansi-substansi yang ada di milieu
interior. Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua)
parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan
ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini
dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan
mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan.
Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah
paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer)
kimia dalam cairan tubuh.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
Keseimbangan cairan dan elektrolit.?
2. Bagaimana
keseimbangan asam basa?
3. Gangguan
apa saja yang mempengaruhi keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa?
4. Factor
apa saja yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit?
5. Bagaimana
proses keperawatan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Mengetahui
keseimbangan asam basa.
3. Mengetahui
gangguan keseimbangan cairan,elektrolit, dan asam basa.
4. Mengetahui
factor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Memahami
proses keperawatan ketidakseimbangan ciran, elektrolit, dan asam basa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Volume air dalam tubuh manusia mencapai
sekitar 60% dari berat badannya, dan terbagi menjadi:
1.
CAIRAN INTRA SELLULLAIR : merupakan
cairan yang berada didalam sel tubuh dan volumenya mencapai sekitar 40% berat
badan manusia.
2.
CAIRAN EXTRA SELLULLAIR : merupakan
cairan yang berada diluar sel tubuh manusia dan volumenya mencapai sekitar 20 %
berat badan manusia.
Cairan extra
sellullair ini terbagi lagi
menjadi : CAIRAN INTERSTITIAL yang merupakan cairan yang terletak diantara sel
sel tubuh manusia dan mencapai sekitar 15% dari berat badan, dan CAIRAN PLASMA
yang merupakan cairan yang terletak dalam pembuluh darah dan mencapai sekitar
5% berat badan manusia.
Misalkan pada seseorang dengan berat
badan 70 kilogram, maka :
Volume cairan total dalam tubuhnya
adalah : 60% x 700 kg = 42 liter, yang terbagi menjadi : CAIRAN INTRA
SELLULLAIR : 28 liter, CAIRAN INTERSTITIAL : 10,5 liter, dan CAIRAN PLASMA :
3,5 liter.
Antara cairan intrasellullair dan
cairan extra sellullair dibatasi oleh dinding sel atau membrane sel, sedangkan antara cairan
intra vaskulair dan cairan interstitial dibatasi oleh dinding pembuluh darah. Membran sel
berbeda dengan pembuluh darah, dimana membrane sel bersifat semi permeable
terhadap solute terutama yang larut
dalam air (glukosa,elektrolit ) sedangkan dinding pembuluh darah permeable
terhadap elektrolit dan glukosa, tetapi relative impermeable terhadap protein. Protein disini
dapat menarik cairan interstitial masuk ke dalam cairan intravaskulair (plasma)
, sedangkan tekanan yang ditimbulkan oleh protein dalam plasma disebut tekanan
onkotik plasma.
Keseimbangan cairan dalam tubuh terjadi
apabila jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh, sama dengan jumlah cairan yang
dikeluarkan oleh tubuh.
Pemasukan
cairan kedalam tubuh berasal dari : makanan, minuman dan hasil oksidasi bahan
makanan.
Pengeluaran
cairan keluar tubuh melalui : urine,kulit, paru-paru dan tinja. Pengeluaran lewat kulit,
paru dan tinja dikenal pula sebagai INSENSIBLE LOSS ( pengeluaran yang tak
tampak ).
Volume cairan yang masuk dan keluar
tubuh adalah sebagai berikut :
PEMASUKAN : PENGELUARAN
:
Makanan 1000
cc Urine 1500 cc
Minuman 1300
cc Tinja 200
cc
Metabolisme 300 cc Paru 300 cc Kulit
600 cc
JUMLAH 2600
cc JUMLAH 2600 cc
Pengaturan keseimbangan cairan dalam
tubuh manusia dilakukan oleh :
1. Ginjal dan Paru-paru
2. Hormon : misalnya :
ADH,Aldosteron,dsb
3. Rasa Haus
B.
KESEIMBANGAN
ASAM DAN BASA
Dalam keadaan normal derajat keasaman
(pH) tubuh kita adalah 7,4 (range 7,35 – 7,45).
Bila kurang
disebut asidesis
Bila lebih
disebut alkalosis
Keseimbangan asam basa dalam tubuh ini menyangkut gas CO2 ,
asam asam non-karbonat dan basa.
Adapun
pengaturan keseimbangan derajat keasaman tubuh dilakukan melalui tiga mekanisme
yaitu :
- System Buffer
- Pembuangan gas CO2 melalui paru / pernafasan
- Pembuangan ion H+ lewat ginjal
SYSTEM BUFFER
Buffer atau larutan penyangga adalah larutan senyawa
kimia yang mampu bertahan pada kadar ion H+ (atau pH) yang tetap, sekalipun
ditambah dengan asam atau basa yang kuat.
Buffer yang terutama dalam tubuh kita :
- Buffer Bikarbonat
- Buffer Protein
- Buffer Phosphat
BUFFER
BIKARBONAT
Merupakan penyangga paling utama pada cairan extra sellulair dan
terdiri dari asam karbonat
(H2CO3) dan larutan Bikarbonat (HCO3-). Penyangga paling penting karena dapat diatur oleh ginjal
dan paru.
N : 1 – 20 (
pada pH tubuh : 7,4 )
BUFFER PROTEIN
Merupakan penyangga untuk cairan intra
sellulair dan paling banyak dalam tubuh.
Buffer ini juga berpengaruh pada cairan ekstra sellulair
karena ion H+,CO2,dan HCO3- dapat bediffasi kedalam sel. Hemoglobin
merupakan buffer protein yang effektif untuk mengikat CO2.
SYSTEM GINJAL
Buffer ini kerjanya lambat dan kurang
effektif. Buffer ini
kerjanya membuang ion H+ dan menyimpan bikarbonat (mereabsobsi HCO3-) urine,sebaliknya bila
darah terlalu alkalis.
Dalam
keadaan normal :
pH darah : 7,35 – 7,45
p
CO2 : 40 mm Hg
HCO3- : 24 mmol/ltr
ASIDOSIS
Hal ini dapat terjadi karena ganggan
pada pernafasan (Respiratory asidosis) atau gangguan metabolisme (metabolic
asidosis) :
a. Respiratory
acidosis: biasanya kegagalan pada pembuangan CO2 dari tubuh
b. Metabolic
acidosis: disebabkan karena penumpukan asam .
ALKALOSIS
Hal ini dapat terjadi karena gangguan
pada pernafasan (respiratory alkolosis) atau gangguan pada metabolisme
(metabolic alkalosis)
a. Respiratory
alkolosis : disebabkan karena pengeluaran paru-paru yang begitu cepat.
b. Metabolic
alkalosis : disebabkan karena hilangnya ion H+ dari cairan tubuh atau terjadi
penambahan basa pada cairan tubuh.
c.
C. GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN , ELEKTROLIT, DAN
ASAM BASA
1. Gangguan
Keseimbangan Cairan
a. Dehidrasi
b.
Syok
hipovolemik
2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
a. Hiponatremia
Definisi : kadar Na+ serum di
bawah normal (< 135 mEq/L)
Causa : CHF, gangguan ginjal dan sindroma
nefrotik, hipotiroid, penyakit Addison
Tanda dan Gejala :
1) Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa
jam, pasien mungkin mual, muntah, sakit kepala dan keram otot.
2) Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam
satu jam, bisa terjadi sakit kepala hebat, letargi, kejang, disorientasi dan
koma.
3) Mungkin pasien memiliki tanda-tanda
penyakit dasar (seperti gagal jantung, penyakit Addison).
4) Jika hiponatremia terjadi sekunder
akibat kehilangan cairan, mungkin ada tanda-tanda syok seperti hipotensi dan
takikardi
b. Hipernatremia
Definisi : Na+ serum di atas
normal (>145 mEq/L)
Causa : Kehilangan Na+ melalui
ginjal misalnya pada terapi diuretik, diuresis osmotik, diabetes insipidus,
sekrosis tubulus akut, uropati pasca obstruksi, nefropati hiperkalsemik; atau
karena hiperalimentasi dan pemberian cairan hipertonik lain.
Tanda dan Gejala : iritabilitas otot, bingung,
ataksia, tremor, kejang dan koma yang sekunder terhadap hipernatremia.
c. Hipokalemia
Definisi : kadar K+ serum di bawah
normal (< 3,5 mEq/L)
Etiologi :
1) Kehilangan K+ melalui
saluran cerna (misalnya pada muntah-muntah, sedot nasogastrik, diare, sindrom
malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)
2) Diuretik
3) Asupan K+ yang tidak
cukup dari diet
4) Ekskresi berlebihan melalui ginjal
5) Maldistribusi K+
6) Hiperaldosteron
Tanda dan Gejala : Lemah (terutama otot-otot
proksimal), mungkin arefleksia, hipotensi ortostatik, penurunan motilitas
saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi myokard terjadi pada
hipokalemia dan dapat menyebabkan denyut ektopik ventrikel, reentry phenomena,
dan kelainan konduksi. EKG sering memperlihatkan gelombang T datar, gelombang
U, dan depresi segmen ST.
d. Hiperkalemia
Definisi : kadar K+ serum di atas
normal (> 5,5 mEq/L)
Etiologi :
1) Ekskresi renal tidak adekuat;
misalnya pada gagal ginjal akut atau kronik, diuretik hemat kalium, penghambat
ACE.
2) Beban kalium dari nekrosis sel yang
masif yang disebabkan trauma (crush injuries), pembedahan mayor, luka
bakar, emboli arteri akut, hemolisis, perdarahan saluran cerna atau
rhabdomyolisis. Sumber eksogen meliputi suplementasi kalium dan pengganti
garam, transfusi darah dan penisilin dosis tinggi juga harus dipikirkan.
3) Perpindahan dari intra ke
ekstraseluler; misalnya pada asidosis, digitalisasi, defisiensi insulin atau
peningkatan cepat dari osmolalitas darah.
4) Insufisiensi adrenal
5) Pseudohiperkalemia. Sekunder
terhadap hemolisis sampel darah atau pemasangan torniket terlalu lama
6) Hipoaldosteron
Tanda dan Gejala : Efek terpenting adalah perubahan
eksitabilitas jantung. EKG memperlihatkan perubahan-perubahan sekuensial
seiring dengan peninggian kalium serum. Pada permulaan, terlihat gelombang T
runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan interval PR
memanjang, amplitudo gelombang P mengecil, kompleks QRS melebar (K+
= 7 sampai 8 mEq/L). Akhirnya interval QT memanjang dan menjurus ke pola sine-wave.
Fibrilasi ventrikel dan asistole cenderung terjadi pada K+ > 10
mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi parestesi, kelemahan, arefleksia dan
paralisis ascenden.
3. Gangguan
keseimbangan Asam Basa
a. Asidosis Respiratorik
Terjadi karena kegagalan sistem pernafasan mengeluarkan CO2 dengan meningkatkan CO2 maka konsentrasi H+ dan PH ↓
Penyebab
/ Etiologi:
1) Over
dosis obat
2) Trauma
dada dan kepala
3) Edema
paru- paru
4) Obstruksi
jalan nafas
5) PPOM
Manifestasi
klinis
1) Pada
keadaan hipoventilasi CO2 tertahan dan akan berikatan H2O menyebabkan
meningkatnya HCO3.
2) H2CO3
akan berdisosiasi enjadi H+ dan HOO– sehingga dalam analisa gas darah
didapatkan PaCO2 meningkat dan PH turun.
3) PH
yang rendah disertai meningkat 2.3 DPG intra seluler sel darah sehingga
mempermudah pelepasan O2 ke jaringan sehingga saturasi turun.
4) PCO2
meningkat, CO2 jaringan dan otak juga meningkat. CO2 akan bereaksi dengan H2O
membentuk H2CO3.
5) Meningkatnya
PaCO2 dan H+ akan menstimulasi pusat pernafasan di medulla Oblongata sehingga
timbul hiperventilasi. Secara klinis akan tampak respirasi cepat dan dalam
Analisa Gas Darah (AGD): PaCO2 turun.
6) Pusing,
bingung, letargi, muntah sebagai akibat dari penurunan CO2 dan H+ akan
mengakibatkan pembuluh darah cerebral.
7) Aliran
darah cerebral meningkat sehingga terjadi oedema otak dan mendepresi Susunan
Saraf Pusat
8) Gagalnya
mekanisme pernafasan dan meningkatnya PaCO2 akan menstimulasi ginjal untuk
meningkatkan NaHCO3 yang berfungsi sebagai sistem buffer mejadi lebih asam. Hal
ini urin menjadi asam dan HCO3 meningkat, pernafasan dangkal dan lambat.
9) Meningkatnya
ion H+ mempengaruhi mekanisme kompensasi sehingga H+ masuk intrasel dan Kalium
(K) intrasel masuk ke dalam plasma.
10) Ketidakseimbangan
elektrolit dan asidosis yang kritis akan mendepresi otak dan fungsi jantung.
Secara klinis akan tampak: PaCO2 menurun, PH turun, hiperkalemia, penurunan
kesadaran dan aritmia.
b. Alkalosis Respiratori
Terjadi pada gangguan sistem respirasi mengeluarkan CO2 yang berlebihan sebagai upaya untuk mengurangi hipoxia. Konsekuensi penurunan CO2 di bawah minimal menyebabkan konsentrasi ion H+ berkurang sehingga meningkatkan PH darah.
Etiologi:
1) Kecemasan
2) Lesi
paru
3) PPOM
4) Keracunan
salicilat
5) Penggunaan
ventilasi
6) High
Attitude
Manifestasi klinis :
1) Penurunan
PaCO2 berakibat Penurunan H2CO3, penurunan H+ dan HCO3 -, serta meningkatkan PH
darah sehingga AGD: PH naik, PaCO2 turun dan HCO3 turun
2) Meningkatnya
K+ dalam serum, H+ intrasel keluar dan diganti K yang ada dalam ekstrasel. H+
bergabung dengan HCO3- menjadi H2CO3 yang berakibat PH semakin rendah. AGD: PH
turun, HCO3 naik dan K turun.
3) Hipokapnia
akan merangsang Carotik dan aortik dan aortic bodiea----- frekuensi denyut
jantung naik tanpa naiknya tekanan darah, perubahan EKG dan kelelahan
4) Pada
saat yang bersamaan, terjadi vasokonstriksi cerebral dan tururnnya perfusi
darah ke otak dengan gejala: Kecemasan, dispnea, keringat dingin, pernafasan
cheyne stokes, pusing dan kesemutan.
5) Jika
hipokapnia lebih dari 6 jam, ginjal akan meningkatkan sekresi HCO3 dan
menurunkan ekskresi H+
6) Keadaan
PaCO2 yang turun terus menerus menyebabkan vasokonstriksi --- meningkatkan
hipoxia serebral dan perifer.
7) Alkalosis
berat, Hambatan ionisasi Ca meningkatkan eksitasi syaraf dan konstraksi otot
dengan gejala: Kejang, hiperefleksi, koma.
c. Asidosis Metabolik
Menurunnya PH dan HCO3. Hal ini disebabkan oleh tertahannya H+ dan hilangnya HCO3. Menurunnya HCO3 disebabkan oleh:
1) HCO3
digunakan untuk menanggualangi asam organiksbg hasil metabolisme (Ct as.
Laktat, asam piruvat, asam asetoasetat dan hidroksi butirat) sehingga H2CO3
bertambah, sehingga tubuh melakukan kompensasi sbb:
a) Sistem
Buffer akan menurunkan H2 CO3 dg cara ion H+ kepada sistem buffer yang lain shg
meningkatkan kadar bikarbonat atau plasma.
b) Paru-
paru: Karena H2CO3 atau PaCO2 naik----- merangsang pusat pernafasan, shg tjd
hiperventilasi
c) Ginjal:
Berusaha mengembalikan Bicarbonat dg cara memobilisasi H+ di tubulus proximal,
sekresi H+ di tubuli distal dan poembentukan NH3 di tubulus distal
2) Keadaan
ini terjadi pada ketosis:
a) Sebagai
akibat gangguan metabolisme (ct. DM) sehingga metabolisme lemak naik. Sehingga
banyak terbentuk benda keton yang bersifat asam.
b) Tiroksitosis:
Muntah yang banyak dan lama: menyebabkan cadangan hidrat arang menurun.
Kegagalan ginjal untuk mengekresi ion- ion fosfat dan asam yang lain, dengan
lain perkataan bahan jadi gangguan pertukaran H+ dan – serta adanya retensi
asam tsb.
d. Alkalosis Metabolik
Ditandai dengan naiknya PH dan naiknya
konsentrasi HCO3- dalam plasma.
Etiologi : Tertahannya HCO3- atau kehilangan H+
Kompensasi tubuh:
1)
Sistem Buffer: Komponen HCO3- akan
bereaksi dg sistem Buffer yang lain, shg akan berusaha meningkatnya kadar H2CO3
sbg komponen sistem buffer karbonat.
2)
Paru- paru: karena PH naik, maka pusat
pernafasan akan ditekan sg terjadi pernafasan yang lambat dan upaya peningkatan
H2CO3
3)
Ginjal akan berusaha mengurangi sekresi
pertukaran H+ dan Na+ sehingga ekresi NaHCO3 dan HPO4 naik, yang berarti
pengasaman urine berkurang. Disamping itu ekresi NH+ di tubulus distal dan
asam-asam hasil metabolisme juga dikeluarkan.
Alkalosis
metabolik dapat ditemukan pd defisit kalium melalui 2 cara:
1) Ginjal
akan menahan K dan meningkatkan ekresi H+
2) K+
intrasel akan berpindah menuju ekstrasel yang menyebabkan H+ berpindah ke
intrasel, sehingga K serum tetap dalam batas normal.
Keadaan ini terjadi: penyakit Cushing akibat terapi kortikosteroid, intake K yang kurang.
Keadaan ini terjadi: penyakit Cushing akibat terapi kortikosteroid, intake K yang kurang.
D. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA
KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Faktor-faktor yang mempengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit, antara lain :
1. Umur
Kebutuhan
intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh
pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak
lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada
usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan
fungsi ginjal atau jantung.
2. Iklim
Orang yang
tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah
memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet
Diet
seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake
nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan
serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat
diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan
edema.
4.
Stress
Stress
dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot.
Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5. Kondisi
Sakit :
Kondisi sakit sangat berpengaruh
terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya :
a. Trauma seperti luka bakar akan
meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler
sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
c. Pasien dengan penurunan tingkat
kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan
kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
6. Tindakan
Medis
Banyak
tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
7. Pengobatan
:
Pengobatan
seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan
elektrolit tubuh.
8. Pembedahan :
Pasien
dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama
pembedahan.
E. PROSES
PERAWATAN KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN , ELEKTROLIT DAN ASAM BASA
1.
Terapi cairan
Terapi cairan adalah tindakan untuk
memelihara, mengganti milieu interiur dalam batas-batas fisiologis.
Indikasinya antara lain:
a. Kehilangan cairan tubuh akut
b. Kehilangan darah
c. Anoreksia
d. Kelainan saluran cerna
Tujuan
pemberian terapi cairan dijabarkan sebagai berikut :
a. Teknik
Pemberian
Prioritas utama dalam menggantikan
volume cairan yang hilang adalah melalui rute enteral / fisiologis misalnya
minum atau melalui NGT. Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat
digunakan vena-vena di punggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan,
lengan bawah atau daerah cubiti. Pada anak kecil dan bayi sering digunakan
daerah punggung kaki, depan mata kaki dalam atau kepala. Pemberian terapi
cairan pada bayi baru lahir dapat dilakukan melalui vena umbilikalis.
Penggunaan jarum anti-karat atau
kateter plastik anti trombogenik pada vena perifer biasanya perlu diganti setiap
1-3 hari untuk menghindari infeksi dan macetnya tetesan. Pemberian cairan infus
lebih dari 3 hari sebaiknya menggunakan kateter besar dan panjang yang
ditusukkan pada vena femoralis, vena cubiti, vena subclavia, vena jugularis
eksterna atau interna yang ujungnya sedekat mungkin dengan atrium kanan atau di
vena cava inferior atau superior.
2. Teapi Elektrolit
a. Hiponatremia
1) Atasi penyakit dasar
2) Hentikan setiap obat yang ikut
menyebabkan hiponatremia
3) Koreksi hiponatremia yang sudah
berlangsung lama secara perlahan-lahan, sedangkan hiponatremia akut lebih
agresif. Hindari koreksi berlebihan karena dapat menyebabkan central pontine
myelinolysis
4) Jangan naikkan Na serum lebih cepat
dari 12 mEq/L dalam 24 jam pada pasien asimptomatik. Jika pasien simptomatik,
bisa tingkatkan sebesar 1 sampai 1,5 mEq/L/jam sampai gejala mereda. Untuk
menaikkan jumlah Na yang dibutuhkan untuk menaikkan Na serum sampai 125 mEq/L
digunakan rumus:
Jumlah Na (mEq) = [125 mEq/L – Na
serum aktual (mEq/L)] x TBW (dalam liter)
TBW (Total Body Water) = 0,6 x BB
(dalam kg)
5) Larutan pengganti bisa berupa NaCl
3% atau 5% (masing-masing mengandung 0,51 mEq/ml dan 0,86 mEq/ml)
6) Pada pasien dengan ekspansi cairan
ekstrasel, mungkin dperlukan diuretic
7) Hiponatremia bisa dikoreksi dengan
NaCl hipertonik (3%) dengan kecepatan kira-kira 1 mL/kg per jam.
b. Hipernatremia
1) Hipernatremia dengan deplesi volume
harus diatasi dengan pemberian normal saline sampai hemodinamik stabil.
Selanjutnya defisit air bisa dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik.
2) Hipernatremia dengan kelebihan
volume diatasi dengan diuresis, atau jika perlu dengan dialisis. Kemudian
Dekstrosa 5% diberikan untuk mengganti defisit air. Defisit air tubuh ditaksir
sbb:
Defisit = air tubuh (TBW) yang
dikehendaki (liter) – air tubuh skrg
Air tubuh yg dikehendaki = (Na serum
yg diukur) x (air tubuh skrg/Na serum normal)
Air tubuh sekarang = 0,6 x BB
sekarang (kg)
Separuh dari defisit air yang
dihitung harus diberikan dalam 24 jam pertama, dan sisa defisit dikoreksi dalam
1 atau 2 hari untuk menghindari edema serebral.
c. Hipokalemia
1) Defisit kalium sukar atau tidak
mungkin dikoreksi jika ada hipomagnesia. Ini sering terjadi pada penggunaan
diuretik boros kalium. Magnesium harus diganti jika kadar serum rendah.
2) Terapi oral. Suplementasi K+
(20 mEq KCl) harus diberikan pada awal terapi diuretik. Cek ulang kadar K+
2 sampai 4 minggu setelah suplementasi dimulai.
3) Terapi intravena harus digunakan
untuk hipokalemia berat dan pada pasien yang tidak tahan dengan suplementasi
oral. Dengan kecepatan pemberian sbb:
Jika kadar K+ serum > 2,4 mEq/L
dan tidak ada kelainan EKG, K+ bisa diberikan dengan kecepatan 0 sampai 20
mEq/jam dengan pemberian maksimum 200 mEq per hari.
4) Pada anak 0,5-1 mEq/kgBB/dosis dalam 1 jam.
Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
d.
Hiperkalemia
1) Pemantauan EKG kontinyu dianjurkan
jika ada kelainan EKG atau jika kalium serum > 7 mEq/L
2) Kalsium glukonat dapat diberikan iv
sebagai 10 ml larutan 10% selama 10 menit untuk menstabilkan myocard dan sistem
konduksi jantung
3) Natrium bikarbonat membuat darah
menjadi alkali dan menyebabkan kalium berpindah dari ekstra ke intraseluler.
Bic nat diberikan sebanyak 40 sampai 150 mEq NaHCO3 iv selama 30
menit atau sebagai bolus iv pada kedaruratan
4) Insulin menyebabkan perpindahan
kalium dari cairan ekstraseluler ke intraseluler. 5 sampai 10 unit regular
insulin sebaiknya diberikan dengan 1 ampul glukosa 50% iv selama 5 menit
5) Dialisis mungkin dibutuhkan pada
kasus hiperkalemia berat dan refrakter
6) Pembatasan kalium diindikasikan pada
stadium lanjut gagal ginjal (GFR < 15 ml/menit)
e. Penanganan Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1) Mengembalikan
nilai PH pada keadaan normal
2) Koreksi
keadaan asidosis repiratorik: Naiknya ventilasi dan mengoreksi penyebab
3) Koreksi
keadaan alkalosis respiratorik: turunnya ventilasi dan terapi penyebab
4) Koreksi
keadaan asidosis metabolik:
a. Pemberian
Bicarbonat IV/ oral
b. Terapi
penyebab
c. Koreksi
keadaan alkalosis metabolik dengan cara: memberi KCl dan mengobati penyebab
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengaturan
keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam
urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari
air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan
keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat
dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan
asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan system dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan system dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar