PERLAKUAN CHILD ABUSE DAN PENYIMPANGAN
PADA ANAK
Nama :
Nyoman Adi Sedana
Kelas :
A5 D
NIM :
11.321.1191
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA PPNI BALI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Anak merupakan anggota
masyarakat yang tergolong lemah baik dari sego fisik maupun dalam pemenuhan hak
mereka. Anak sebenarnya secara penuh telah menyerahkan hidupnya kepada orang
tua yang diharapkan dapat menjadi tempat bernaung yang aman baginya.
Kebutuhan dasar yang
penting bagi anak adalah adanya hubungan sehat antara orang tua dan
anak.kebutuhan anak seperti perhatian dan kasih sayang terus menerus ,
perhatian, dorongan, dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orang tua. Kebutuhan
umum anak yaitu dalah perlindungan (keamanan), kasih syang , perhatian , dan
terlibat dalam pengalaman yang positif yang dapat membutuhkan serta
mengembangkan kehidupan mental yang sehat.
Pada awalnya terminologi
tindak kekerasan atau child abuse berasal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun
1946, seorang radiologist Caffey (dalam Ibnu Anshori, 2007) melaporkan kasus
berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple
fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan tanpa diketahui
sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, kasus ini dikenal
dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh dalam Anshori, 2007).
Kasus
yang ditemukan Caffey diatas semakin menarik perhatian publik ketika Henry
Kempe tahun 1962 menulis masalah ini di Journal of the American Medical
Assosiation, dan melaporkan bahwa dari 71 Rumah Sakit yang ia teliti, ternyata
terjadi 302 kasus tindak kekerasan terhadap anak-anak, dimana 33 anak
dilaporkan meninggal akibat penganiayaan yang dialaminya, dan 85 mengalami
kerusakan otak yang permanen. Henry (dalam Anshori, 2007) menyebut kasus
penelentaran dan penganiayaan yang dialami anak-anak dengan istilah Battered
Child Syndrome, yaitu setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan dan
perlindungan terhadap anak oleh orangtua atau pengasuh lain.
Hampir 3
juta kasus penganiayaan fisik dan seksual pada anak terjadi pada tahun 1992.
Sebanyak 45 dari setiap 100 anak dapat mengalami penganiayaan. Lebih dari 100
anak meninggal setiap tahunnya karena penganiayaan dan pengabaian. Penganiayaan
seksual paling sering terjadi pada anak perempuan, keluarga tiri, anak-anak
yang tinggal dengan satu orang tua atau pria yang bukan keluarga.
Di
Indonesia ditemukan 160 kasus penganiayaan fisik, 72 kasus penganiayaan mental
dan 27 kasus penganiayaan seksual (diteliti oleh Heddy Shri Ahimsa Putra, tahun
1999). Sedangkan menurut YKAI didapatkan data pada tahun 1994 tercatat 172
kasus, tahun 1995 meningkat menjadi 421 kasus, dan tahun 1996 menjadi 476
kasus.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Klasifikasi child abuse?
2.
Factor resiko dari child abuse?
3.
Akibat child abuse?
4.
Contoh nyata perilaku salah pada anak?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui klasifikasi child abuse.
2.
Mengehatuhi Factor resiko dari child abuse.
3.
Memahami Akibat dari child abuse.
4.
Bisa memahami perilaku salah pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KLASIFIKASI CHILD ABUSE
Terdapat 2 golongan besar, yaitu:
1.
Dalam keluarga
Penganiayaan fisik, non Accidental “injury”
mulai dari ringan “bruiser laserasi” sampai pada trauma neurologik yang berat
dan kematian. Cedera fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau
pemberian racun.
Penelantantaran anak atau kelalaian, yaitu:
kegiatan atau behavior yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada
kondisi fisik anak dan perkembangan psikologisnya. Kelalaian dapat berupa:
a. Pemeliharaan yang kurang
memadai. Menyebabkan gagal tumbuh, anak merasa kehilangan kasih sayang,
gangguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan
b. Pengawasan yang kurang memadai.
Menyebabkan anak gagal mengalami resiko untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa.
c. Kelalaian dalam mendapatkan
pengobatan
d. Kegagalan dalam merawat anak dengan
baik
e. Kelalaian dalam pendidikan
Meliputi kegagalan dalam mendidik anak agar
mampu berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkan atau menyuruh anak
mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
2.
Penganiayaan emosional
Ditandai dengan kecaman atau kata-kata yang
merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya
selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
Penganiayaan seksual mempergunakan pendekatan
persuasif. Paksaan pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku atau
mengadakan kegiatan seksual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan
seperti: aktivitas seksual (oral genital, genital, anal, atau sodomi) termasuk
incest.
Negara
Indonesia sudah mempunyai ketentuan pidana bagi pelaku kekerasan fisik terhadap
anak (UU No.23/2002). Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau
ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana
penjara 3 tahun 6 bulan atau denda paling besar tujuh puluh dua juta rupiah.
Demikian bunyi pasal 80 ayat 1 UU No.23/2002). Sedangkan untuk ayat 2 UU No.23/2002,
apabila mengalami luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 tahun dan atau denda paling banyak seratus juta rupiah.
Berikut ini adalah salah satu contoh kasus kekerasan fisik pada anak.
Berikut ini adalah salah satu contoh kasus kekerasan fisik pada anak.
B. FAKTOR
RESIKO DARI CHILD ABUSE
FAKTOR RESIKO
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada
3 faktor yang menyebabkan child abuse4 , yaitu
1.
Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang memiliki kelainan mental,
atau kurang kontrol diri daripada orang lain, atau orang tua tidak memahami
tumbuh kembang anak, sehingga mereka memiliki harapan yang tidak sesuai dengan
keadaan anak. Dapat juga orang tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa
isolasi sosial atau karena letak rumah yang saling berjauhan dari rumah lain,
sehingga tidak ada orang lain yang dapat memberikan support kepadanya.
2.
Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak
diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif,
cengeng, anak dari orang lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan
suami/istri, anak tiri, serta anak dengan berat lahir rendah(BBLR). Pada anak
BBLR saat bayi dilahirkan, mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal
pada beberapa hari inilah normal bonding akan terjalin.
3.
Adanya kejadian khusus :
Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu berpengaruh jika hal
tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag sering terjadi misalnya adanya
tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang sakit, adanya tagihan, dll.
Kejadian tersebut akan membawa pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang
lain yang menguatkan dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada
siapa saja, baik yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah,
maka child abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.
C.
AKIBAT
CHILD ABUSE
Anak yang mengalami kekerasan/ penganiayaan akan berakibat panjang.
Mereka akan mengalami gangguan belajar,
retardasi mental, gangguan perkembangan temasuk perkembangan bahasa, bicara,
motorik halusnya. Dalam penelitian juga diperoleh bahwa IQ anak yang mengalami
kekerasan/penganiayaan akan rendah dari pada yang tidak. Mereka juga mengalami
gangguan dalam konsep diri dan hubungan
sosial. Teman-teman menganggap mereka sebagai anak yang suka menyendiri atau pembuat
onar. Hal ini akan berlanjut hingga dewasa, dalam memilih pasangan hidup.
Banyak
akibat yang ditimbulkan dari child abuse and neglect. Akibat fisik akan didapat
trauma fisik seperti lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah
tulang dan sebagai berikut. Juga dapat di jumpai sekuele atau cacat sebagai
akibat trauma misal adanya jaringan parut, gangguan pendengaran, kerusakan mata
dan kecacatan lain. Akibat yang fatal dari perlakuan salah pada anak adalah
kematian, dimana pada kasus kematian tsb orang tua atau pihak yang diduga
melakukannya tidak dapat menjelaskan dengan logis penyebab kematiannya.
D.
CONTOH NYATA PERLAKUAN CHILD ABUSE PADA ANAK
Sumber : reproduksiumj.blogspot.com
Kasus: Yani (30 th)
sering menghukum‘kenakalan; anaknya yang bersusia 5 tahun. Bentuk kenakalan itu
antara lain, menuang sabun di kamar mandi, tak mau makan, mengotori jemuran dan
menganggu adik. “Kalau nakalnya di kamar mandi, ya saya pukul pakai gayung.
Kalau tak mau makan, saya pukul pakai sendok atau piring. Kalau menggangu
adiknya, saya pukul pakai maiannya.” Menurut Yani, anak harus dihukum supaya
jera dan tidak mengulangi perbuatan yang dilarang. Yani tak ingin disalhkan
suami karena tak mampu mendidik anak.
Dampak fisik: Memar, luka, patah tulang terutama di
daerah rusuk dan gangguan-gangguan di bagian tubuh lain seperti kepala, perut,
pinggul, kelak di usia selanjutnya.
Dampak emosi:
a.
Merasa terancam,
tertekan, gelisah dan cemas.
b.
Membangun
pemahaman bahwa memukul dibenarkan untuk memberi disiplin. Di usia dewasa, anak
akan menggunakan pendekatana kekerasan untuk mendisiplinkan anak.
Orang
tua diharapkan:
a.
Konsultasi pada
psikologi untuk latihan mengelola emosi, menggali masalah suami siteri yang
tidak selesai dan mempelajarai perkembangan anak.
b.
Ajak anak ke
dokter untuk memeriksakan kondisi fisik.
c.
Pahami
perkembangan anak. Di usia 5 hingag 8 tahun, anak sedang berada pad atahap
ingin menunjukkan kemampuan, mereka ingin berekreasi. Tidak semua tindakan anak
merupakan kenakalan, mereka tidak tahu bahwa tingkah lakunya salah atau kurang
tepat.
Bantuan
untuk anak:
a.
Pemeriksaan
psikologis oleh psikolog untuk mengetahui gangguan emosi yang dialaminya dan
mendapat terapi yang sesuai.
b.
Tumbuhkan
kemabli rasa percaya diri anak. Terimalah apa yang mereka lakukan dengan tidak
lupa memberitahu tindakan apa yang seharusnya dilakukan.
c.
Bila orang tua
bukan pelaku kekerasan, yakinkan anak bahwa ia sangat dicintai.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Anak-anak yang seharusnya diposisikan sebagai amanat
Tuhan. Perlakuan salah terhadap anak
bisa dipicu oleh beberapa tekanan dalam keluarga (family stress), di antaranya
berasal dari anak, orangtua, dan situasi. Bentuk perlakuan salah terhadap anak
atau child abuse antara lain adalah penganiayaan fisik, kelainan, penganiayaan
emosional, dan penganiayaan seksual.
Child abuse merupakan masalah penting karena anak
adalah generasi penerus sehinnga menyangkut masa depan bangsa Indonesia. Dampak
yang timbul pada korban chil abuse adalah berpengaruh pada kualitas tumbuh
kembang seorang anak , sehinnga berpotensi menyebabkan fost generation, yang menimbulkan kerugian materiil dan imateriil
baik bagi individu , keluarga, masyarakat , maupun Negara.
Selain
penanganan dari sisi hokum , bidang kesehatan memegang peranan aangat penting.
Tenaga kesehatan pada semua tingkat harus mampu melakukan deteksi dini ,
penanganan dan pencegahan chil abuse agar dampak negative yang timbul bisa
diminimalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
reproduksiumj.blogspot.com
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101076370_1410-2935.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar